Rabu, 12 Mei 2010

NASIB TUHAN SEMBILAN SENTI


meski artikel ku ini belum bisa menjadi yang terbaik tapi mudah2an dapat memberi inspirasi bagi pembaca..

Nasib Tuhan Sembilan Senti

Sudah tak diragukan lagi benda yang satu ini memang tak layak bagi tubuh manusia, 4000 bahan beracun yang siap menebarkan bibit penyakit, tak hanya berdampak bagi pemuja benda ini saja tapi orang lain yang terkena hembusannya pun bisa menjadi korban keganasan benda yang banyak orang menghamba padanya ini. Nikotin sebagai bahan pokok pembuatan berbagai insektisida, Karbon Monoksida (CO) yang tak berbeda dengan gas beracun yang dikeluarkan oleh knalpot, Formaldehid yang digunakan sebagai desinfektan, Metanol sebagai bahan bakar roket, Pyridine; cairan yang sering digunakan sebagai pelarut dan pembunuh hama, Acetone; zat yang digunakan sebagai penghapus kuteks, Arcenic bahan dalam racun tikus, Cadmium; zat ini dimanfaatkan untuk accu mobil, butan; bahan dalam korek api dan masih banyak bahan beracun lagi yang berpotensi menyebabkan penyakit ganas seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, gangguan kehamilan dan janin, impotensi dan berbagai efek negatif lain bagi kesehatan manusia.
Entah dengan cara apalagi dapat menghentikan seseorang yang sudah “gandrung” dan “cinta mati” dengan rokok. “Hidup ini tak akan indah tanpa hadirnya asap rokok”, mungkin itulah kata-kata yang dilontarkan orang yang sudah menghambakan dirinya pada rokok. Mereka tidak akan pernah peduli sudah sehitam apa paru-paru yang setiap hari mereka warnai dengan kepulan asap beracun itu, baik paru-paru mereka sendiri maupun paru-paru orang yang tak sengaja mendapatkan asap kotor dari rokok yang dibakar dan dihembuskan begitu saja, tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. Sudah begitu kuatkah pengaruh tuhan sembilan senti ini pada manusia yang sudah diberi akal untuk berpikir secara jernih, “Robbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini” itulah baris terakhir dalam puisi “Tuhan Sembilan Senti” karya Taufiq ismail, dikisahkan begitu manusia tak bisa lepas dari jerat kesesatan dan jauh menjerumuskan dirinya sendiri dalam lembah kehancuran bersama asap-asap jahannam itu.
Pemerintah pun tak tinggal diam, adanya peringatan pemerintah di setiap bungkus rokok, perda larangan merokok di tempat umum, hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengeluarkan fatwanya tentang hukum benda yang satu ini bagi beberapa kalangan, namun tetap tak dapat mengatasi masalah “gandrung” dan “cinta mati” pada barang yang dapat menguras ekonomi “pecintanya” ini, bayangkan berapa banyak uang yang telah dibakar oleh seorang perokok, sungguh tak pantas seorang menghambur-hamburkan uang di tengah masa sulit seperti ini, tapi memang tak kan pernah terpikir dan mau dipikir oleh para pecandu rokok.
Memang para produsen “berhala” ini juga tak mau kalah, berbagai produk baru, slogan baru, iklan-iklan yang semakin asyik dan “gaul” setiap hari bermunculan, semakin jelas berupaya menjaring kelompok muda untuk ikut terjerat dalam perangkap mautnya, kadang slogannya pun bisa menjadi motto hidup seseorang, “Talk Less Do More” yang berarti kita diharapkan sedikit bicara karena dalam mulut kita selalu dijejal oleh batang rokok dan banyak bekerja maksudnya aktif menghisap rokok, atau “Bukan Basa Basi” mengindikasikan bahwa rokok sudah bukan hanya sekedar sebagai alat untuk memulai obrolan dan pengakraban dalam pergaulan namun sudah harus menjadi kebutuhan individu untuk bisa “eksis” dalam bergaul agar tidak dibilang sebagai “cupu”, “nggak gaul” atau ketinggalan zaman karena tidak merokok.
Fenomena dan masalah pelik merokok di negeri ini tidak tampak adanya titik terang dan menunjukkan perbaikan, dibutuhkan upaya bersama dari semua pihak untuk menanggulangi persoalan yang kalau dibiarkan akan memperburuk kondisi negeri yang sudah “sakit” ini, kita tidak hanya bisa melihat dan diam, kita upayakan dari hal sekecil apapun seperti kita tanamkan dalam diri masing-masing bahwa tak akan pernah membiarkan “tuhan sembilan senti” ini menghancurkan diri kita, keluarga kita, dan anak-anak kita nantinya, dan kita tunggu bagaimanakah nasib tuhan sembilan senti ini selanjutnya?

Tidak ada komentar:

be a true health warrior

awal masuk kuliah rasanya begitu berat karena gak sesuai dengan pilihanku,,
farmasi masih menjadi jurusan favorit ku yang tak bisa tergantikan saat itu..
kemudian beberapa waktu berlalu.. kurasakan ada sesuatu di FKM, aku menemukan semua yang ku cari disini,,
ternyata yang menurut manusia buruk belum tentu buruk menurut-Nya..

akhir-akhir ini aku sempat bingung ,, aku merasa belum tahu apa-apa tentang FKM,, ilmunya sangat luas...
tak cukup hanya lewat belajar Handout dan diskusi saja,, harus ada gebrakan baru dalam strategi menyelami dunia FKM...
FKM i'll get u in my mind n soul ... n try to give all i have kepada MASYARAKAT... Amin